ASOSIASI Sekolah Perencanaan Indonesia (ASPI) menyampaikan usulan bahwa Jakarta dan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur untuk dikonsep menjadi Twin Cities atau dua kota utama. Dengan begitu, keduanya bisa menjadi ibu kota.
Ketua Umum ASPI, Adiwan Fahlan Aritenang mengatakan bahwa dengan konsep Twin Cities, Jakarta nantinya akan menjadi ibu kota de jure dan IKN sebagai ibu kota de facto.
Adapun usulan ini sudah disampaikan kepada Utusan Khusus Presiden untuk Kerja Sama Internasional IKN, Bambang Susantono, dengan disaksikan oleh Penasehat ASPI, Prof. Bakti Setiawan dan Prof. Iwan Rudiarto, di Jakarta, beberapa waktu lalu. Lebih lanjut, Adiwan membeberkan bahwa usulan ini disampaikan guna merespons rencana pemindahan ibu kota ke IKN. Dalam hal ini, ASPI menyusun empat skenario pemindahan ibu kota.
Di dalamnya terdiri dari skenario ideal, peluang 1, peluang 2, dan tantangan. Di mana konsep Twin Cities ini diusulkan jika pemerintah menggunakan skenario peluang 2. “Pada skenario dengan Peluang 1 dan Peluang 2, dapat diterapkan konsep Twin Cities, yaitu adanya dua kota utama yang menjalankan fungsi-fungsi administrasi pemerintahan selama periode tertentu dalam hal ini adalah 2025-2029,” beber Adiwan dalam keterangan yang diterima JawaPos.com, ditulis Minggu (13/10).
Untuk diketahui, skenario peluang 1 merupakan kondisi pemindahan ibu kota yang belum ditetapkan meskipun anggaran cukup. Sedangkan skenario peluang 2 merupakan kondisi di mana pemindahan ibu kota yang dilaksanakan, namun anggaran tidak cukup.
“Di situasi peluang 1, dapat diterapkan skenario Twin Cities dengan Jakarta sebagai ibu kota de jure (dasar hukum resmi sebagai ibu kota negara) dan IKN sebagai ibu kota de facto (menjalankan sebagian fungsi-fungsi pemerintahan nasional),” sambungnya.
Lebih lanjut, dia membeberkan bahwa dalam masa transisi, IKN diposisikan sebagai kota yang mengadopsi fungsi utama non-pemerintahan tertentu, misalnya research and education hub.
Kemudian, pengadopsian fungsi tersebut disertai dengan pemindahan bertahap dari sebagian fungsi publik Pemerintahan Nasional dari kementerian dan lembaga yang relevan, misalnya Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN); Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
“Lalu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (sesuai dengan visi IKN sebagai kota hutan); Perpustakaan Nasional; Arsip Nasional; dan sebagainya,” bebernya.
Sementara itu, di situasi Peluang 2, Adiwan mengatakan dapat diterapkan skenario Twin Cities dengan IKN sebagai ibu kota de jure dan Jakarta sebagai ibu kota de facto ibu kota. Dalam masa transisi, IKN diposisikan kota pusat pemerintahan nasional “parsial” yang mengakomodasi sebagian kementerian pendukung fungsi inti pemerintahan, misalnya Kementerian Sekretaris Negara (Kemensetneg).
“Sekretariat Kabinet (Setkab), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Pertahanan (Kemenhan), dan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu),” ujarnya.
Di sisi lain, potensi pelambatan tercapainya critical mass di IKN dapat dimitigasi dengan mendorong penerapan rencana IKN sebagai livable and lovable city. Termasuk dengan memanfaatkan berbagai peta jalan dan strategi jangka panjang yang telah dimiliki oleh Otorita IKN saat ini.
Sedangkan untuk memperkuat landasan pertimbangan skenario di atas, kata Adiwan, Pemerintah diharapkan dapat melakukan peninjauan ulang dan mendalam terhadap aspek-aspek perencanaan IKN. Seperti capaian pembangunan infrastruktur, populasi, dan biaya. “Atas hal itu, ASPI mengusulkan bahwa sebagai bagian dari perjalanan menuju Ibu Kota Nusantara hingga tahun 2045, IKN dapat diposisikan menjadi kota yang memiliki fungsi utama tertentu dengan memanfaatkan potensinya sebagai “living lab” pengembangan kota,” pungkasnya.